Senin, 12 Mei 2014

VIVAnews - Tim survei WWF Indonesia, bekerjasama dengan Badan Pengembangan Sumberdaya Pesisir dan Laut Pontianak berhasil mempelajari dan mendokumentasikan keberadaan populasi Orcaella brevirostris, atau pesut, atau lumba-lumba air payau. Mereka ditemukan di perairan Kubu Raya dan Kayong Utara, Kalimantan Barat.

Selain spesies yang dalam bahasa Inggris disebut juga dengan Irrawaddy dolphin, tim peneliti juga menemukan satu kelompok Sousa chinensis atau lumba-lumba putih atau lumba-lumba punggung bungkuk di perairan tersebut. Temuan ini mengindikasikan tingginya keanekaragaman hayati ekosistem air payau di perairan sebelah barat Pulau Kalimantan itu.

“Keberadaan pesut di kawasan perairan tersebut belum pernah diketahui sebelumnya, sehingga studi awal ini merupakan langkah menggembirakan,” kataAlbertus Tjiu, ahli konservasi satwa dari WWF-Indonesia yang terlibat secara aktif dalam survei itu, dalam keterangan resminya, 7 Februari 2012.

Menurut Albert, ditemukannya populasi pesut tersebut mengindikasikan pentingnya peningkatan upaya perlindungan habitat satwa air tersebut, baik di hulu maupun hilir sungai. Termasuk hutan bakau dan nipah di selat-selat sempit di perairan di Pulau Kalimantan.

Sebagai informasi, ancaman utama populasi pesut di perairan itu di antaranya adalah konversi hutan mangrove yang menjadi habitat satwa tersebut untuk bahan baku industri arang. Degradasi habitat hutan sekitar perairan untuk bahan baku bubur kertas (pulp) komersial, aktivitas lalu lintas air yang tinggi dan dapat menimbulkan stres bagi satwa, serta tercemarnya air sungai merupakan ancaman lain.

“Pelaku usaha yang beroperasi di sekitar perairan itu harus menerapkan praktik pengelolaan usaha yang ramah lingkungan atau best management practices serta memperhatikan sumber-sumber bahan bakunya agar tidak mengancam kelestarian hutan bakau dan perairan tersebut pada umumnya,” kata Albert.

Di seluruh dunia, sebenarnya ada dua spesies pesut yakni Orcaella brevirostris dan Orcaella heinsohni (Snubfin dolphin). Perairan-perairan di Indonesia sendiri umumnya dihuni oleh Populasi Orcaella brevirostris.

Diperkirakan, populasi tertinggi pesut terdapat di perairan hutan bakau Sundabarn, Bangladesh dan India dengan populasi sekitar 6.000 ekor. Adapun populasi lainnya terdapat di Sungai Mekong Kambodia yaitu sekitar 70 ekor, kemudian di Sungai Ayeyawardi di Myanmar dan Sungai Mahakam Kalimantan Timur.

Ketiga lokasi ini dikategorikan memiliki populasi paling kritis (Critically Endangered), sedangkan lainnya dikategorikan sebagai rentan (Vulnerable).

“Perairan Kubu Raya dan Kayong Utara habitat pesut berada di hilir kawasan Heart of Borneo yang berada di wilayah Indonesia. Kelestarian hutan di daerah hulu sungai juga menjadi faktor yang sangat penting demi terpeliharanya ekosistem air tawar di bagian hilir di mana terdapat habitat pesut,” kata Tri Agung Rooswiadji, Koordinator Konservasi Air Tawar WWF-Indonesia pada kesempatan yang sama.

“Ekosistem perairan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Sebagai spesies yang hidup di dua jenis perairan, tawar dan asin, pesut dapat menjadi spesies indikator yang mengindikasikan sehat atau tidaknya ekosistem perairan tersebut,” lanjut Tri Agung.

Temuan terkait populasi dan habitat satwa ini diharapkan dapat menentukan langkah-langkah serta kebijakan yang dibutuhkan untuk perlindungan populasi dan lingkungan di sekitarnya. “Survei di perairan Kubu Raya dan Kayong Utara ini merupakan survei awal, kami berharap akan ada survei lanjutan di sungai-sungai di bagian hulu seperti Sungai Kapuas, Sejenuh dan Mendawa,” kata Tri Agung.

Kris Handoko Kepala Seksi Konservasi dan Pemanfaatan BPSPL Pontianak mengatakan bahwa pihaknya mendukung dilakukannya kajian lebih lanjut mengenai spesies pesut ini dan siap bekerjasama dengan berbagai pihak untuk terlaksananya monitoring dan program konservasi mamalia unik itu.

Sebagai gambaran, sejak 2009 hingga saat ini, WWF-Indonesia, BPSPL dan sejumlah mitra lain telah melakukan kajian mengenai populasi dan habitat pesut di Kalimantan yaitu di Sungai Sesayap Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur. Habitat di Kubu Raya dan Kayong Utara, Kalimantan Barat sendiri mulai dipantau sejak Oktober 2011. (umi)
• VIVAnews 

Sabtu, 10 Mei 2014

Warga Selamatkan Dua Pesut Mahakam


TENGGARONG, RABU — Dua pesut mahakam (Orcaella brevirostris) yang terperangkap di suatu genangan air berhasil diselamatkan kalangan warga Kampung Pela, Kecamatan Kotabangun, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Senin (2/3) sore.

"Yang berhasil diselamatkan adalah induk dan anak pesut," kata Direktur Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia(RASI) Budiono di Samarinda, Rabu (4/3). Yang induk usia tujuh tahun, panjang dua meter, dan bobot 200 kilogram. Yang anak usia tiga tahun, panjang 1,3 meter, dan bobot 130 kilogram.

Pesut itu mungkin masuk lewat kampung saat banjir sebulan lalu, kata Saldian (36), warga Kampung Pela, yang dihubungi dari Samarinda, Rabu.
Saldian dan Budiono mengatakan, genangan yang mirip danau itu sebenarnya cekungan yang terendam banjir di dekat permukiman. Warga rata-rata nelayan Sungai Mahakam dan pembudidaya ikan lewat keramba-keramba.
Saldian, lelaki yang akrab dipanggil Alol, mengatakan, di genangan air itu banyak ikan. Warga membentangkan jaring-jaring atau rengge. Warga awalnya tidak tahu kalau ada pesut tetapi menjumpai rengge banyak yang jebol.
"Setelah kami telusuri ternyata ada pesut makanya kami hubungi RASI," kata Saldian.
Budiono mengatakan, di lokasi yang banyak ikan sebagai pakan itulah yang dituju pesut. Informasi adanya pesut yang terperangkap diterima Senin pagi dan sore hari berhasil ditangkap, diangkat, dan dipindahkan ke Sungai Pela, anak Sungai Mahakam.
Budiono meyakini, pesut itu berkeliaran di sekitar Kampung Pela di dekat Sungai Mahakam. Pesut masuk lewat semacam saluran yang terhubung dengan Sungai Pela. Saluran itu dalamnya 40 sentimeter sedangkan genangan air 1,5 meter yang saat banjir lebih dalam lagi.
Saldian mengatakan, warga Kampung Pela amat dekat dengan pesut sebab ibarat bagian dari kehidupan warga. Karena itulah penyelamatan pesut yang terperangkap tadi melibatkan hampir 200 orang.
Budiono gembira sebab warga punya pengetahuan alami memperlakukan pesut dengan baik. Untuk menangkap pesut , warga memakai selimut tebal. Warga pun melepaskan pakaian agar saat terjadi kontak dengan tubuh pesut tidak terluka oleh aksesori pakaian seperti sabuk dan kancing besi.
Saat ini, menurut Budiono, populasi pesut mahakam sekitar 90 ekor. Pesut dijumpai di Kecamatan Muara Pahu pada pertemuan antara Sungai Kedang Pahu dengan Sungai Mahakam dan di Kecamatan Muara Kaman pada pertemuan antara Sungai Kedang Rantau dengan Sungai Mahakam.
Budiono mengatakan, gangguan terhadap pesut ialah lalu lalang kapal dan rengge. Suara kapal mengganggu sistem sonar untuk mencari ikan dan berkomunikasi dengan pesut lainnya. Jaring nelayan dari nilon tidak bisa dideteksi pesut sehingga pesut terperangkap dan akhirnya mati.
Gangguan terhadap habitat bisa berasal dari pencemaran oleh tambang batu bara dan penangkapan ikan yang tidak lestari. Pencemaran mengakibatkan pesut tidak bisa hamil atau steril. Penangkapan ikan membuat pesut kehilangan sumber makanan dan akhirnya mati.
Warga di Kecamatan Muara Pahu menganggap penting keberadaan pesut sehingga perlu dilestarikan. Pesut membantu masyarakat memahami fenomena banjir dan membantu nelayan mencari tempat yang banyak ikan.
Jika tidak ada pesut berkeliaran di sungai-sungai di Muara Pahu itu merupakan tanda bahwa Sungai Mahakam akan meluap dan banjir sehingga masyarakat bisa mengantisipasi sebelumnya. Keberadaan pesut sekaligus menandakan keberadaan ikan sehingga nelayan bisa dengan mudah menangkap ikan. Namun, penangkapan ikan dengan kail atau jaring beberapa kali melukai bahkan membunuh pesut. (BRO)
sumber:http://sains.kompas.com/read/2009/03/04/13461439/warga.selamatkan.dua.pesut.mahakam.

Polusi Suara

TENGGARONG - Salah satu penghuni bertubuh besar Sungai Mahakam yang terancam punah, yakni pesut (Orcaella brevirostris), diduga keberadaannya hanya ada di perairan wilayah Kutai Kartanegara (Kukar). “Saat ini, pesut di seluruh Mahakam ini diperkirakan hanya ada di perairan Kukar,” ujar Peneliti asal Belanda Danielle Kreb dari Yayasan Konservasi Rasi (Rare Aquatic Species of Indonesia) beberapa waktu lalu saat ditemui di lokasi pemantauan pesut Desa Sangkuliman, Kecamatan Kota Bangun.

Menurut hasil monitoring YK Rasi pada 2012, Pesut Mahakam diperkirakan tinggal berjumlah 92 ekor. Dijelaskannya, sekarang Pesut Mahakam hanya kerap terlihat di sekitar Danau Semayang, Desa Pela, dan Sangkuliman, Kota Bangun hingga paling hilir terlihat di Cagar Alam Sedulang, Kecamatan Muara Kaman. Sehingga wilayah dengan luas 6 ribu hektare tersebut akan ditetapkan menjadi zona pelestarian pesut oleh Pemkab Kukar. Padahal sebelumnya, pesut juga terlihat di Muara Pahu Kutai Barat. Menurut Danielle, bergesernya habitat pesut ini akibat konversi atau alih fungsi lahan di tepi Mahakam yang dulunya ditumbuhi pepohonan dan semak serta rawa, kini berubah jadi perkebunan dan tambang.

"Mungkin karena konversi itu, pesut semua lari ke hilir dan menetap di perairan Kota Bangun hingga Muara Kaman," ungkapnya. Untuk itu diharapkan semua pihak, mulai pemerintah, swasta, dan warga agar tetap menjaga habitat pesut di Mahakam, yakni dengan tidak berbuat sesuatu yang dapat merusak daerah aliran Sungai Mahakam. Dikatakannya, ancaman terhadap pesut, yakni alih fungsi hutan atau rawa yang mengakibatkan sedimentasi atau endapan, serta ikan akan kehilangan tempat bertelur, sehingga sumber daya ikan yang menjadi makanan pesut berkurang. Ancaman lainnya, yakni polusi kimia dan sampah plastik di sungai. "Saya pernah bedah pesut yang sudah mati, di dalam perutnya ada sampah plastik, makanya jangan buang sampah plastik ke sungai," katanya.

Selain itu, dikatakannya banyaknya alat transportasi dengan mesin besar yang lalu-lalang di atas sungai membuat polusi suara atau bising, juga membuat pesut rawan ditabrak kapal. Karena sistem navigasi pesut menggunakan sistem sonar (sound navigation and ranging), maka menurutnya jika ada kapal besar didekatnya, pesut bisa kebingungan menentukan arah. Kemudian ancaman terhadap pesut lainnya, yaitu alat tangkap ikan yang tidak lestari, misalnya jaring bentang, setrum, dan racun. "Saya harap warga dan nelayan tidak menggunakan alat tangkap yang dilarang. Jika menggunakan rengge (jaring, Red) harap sering-sering dicek bila perlu satu jam sekali, supaya jika pesut tersangkut bisa segera diketahui dan dibebaskan," paparnya.  

Dijelaskannya, status Pesut Mahakam kini dilindungi oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990. Kemudian, International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) yang merupakan sebuah organisasi internasional yang didedikasikan untuk konservasi sumber daya alam menetapkan status Pesut Mahakam sangat terancam punah.

Sedangkan dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam, Pesut Mahakam termasuk dalam golongan Apendiks I. "Artinya, pesut terdaftar dalam seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional, ataupun dilarang dipelihara dalam penangkaran, artinya tidak boleh ditangkap," paparnya. (hayru/hmp03/tom/k11)
sumber:http://www.kaltimpost.co.id/berita/detail/69498/pesut-mahakam-yang-keberadaannya-kian-terancam.html

Jumat, 09 Mei 2014

Peta Gambar Hutan di Kalimantan


Bagaimana saudaraku? inilah peta wilayah hutan untuk kalimantan marilah kita hijaukan lagi hutan-hutan di kalimantan-di indonesia-di asia- di bumi kita ini

Selamatkan Pesut

Pesut begitulah nama makhuk dari sungai mahakam di kalimantan, begitu kuat pesona dari ikan ini hingga saya tertarik bahkan sampai bikin blog dan bikin kelompok tersendiri. akan tetapi syang sekali eksistensi dari makhluk cantik ini mulai terancam karena kebringasan manusia dalam mengeksploitasi sungai dan hutan di kalimantan.
oleh karena itu saya mengajak anda semua untuk membantu menyelamatkan makhluk ini #savepesut